Selasa, 24 Mei 2011

Bahasa Jepang




Bahasa Jepang (日本語; romaji: Nihongo) merupakan bahasa resmi di Jepang dan jumlah penutur 127 juta jiwa. Bahasa Jepang juga digunakan oleh sejumlah penduduk negara yang pernah ditaklukkannya seperti Korea dan Republik Cina. Ia juga dapat didengarkan di Amerika Serikat (California dan Hawaii) dan Brasil akibat emigrasi orang Jepang ke sana. Namun keturunan mereka yang disebut nisei (二世, generasi kedua), tidak lagi fasih dalam bahasa tersebut. Bahasa Jepang terbagi kepada dua bentuk yaitu Hyoujungo (標準語), pertuturan standar, dan Kyoutsugo (共通語), pertuturan umum. Hyoujungo adalah bentuk yang diajarkan di sekolah dan digunakan di televisi dan segala perhubungan resmi.

Lafal Vokal

Bahasa Jepang mempunyai 5 huruf vokal yaitu /a/, /i/, /u/, /e/, dan /o/.
Lafal vokal bahasa Jepang mirip bahasa Melayu. Contohnya:
  • /a/ seperti "bapa"
  • /i/ seperti "ibu"
  • /u/ seperti "urut"
  • /e/ seperti "esok"
  • /o/ seperti "obor"
Tulisan Bahasa Jepang

ulisan bahasa Jepang berasal dari tulisan bahasa China (漢字/kanji) yang diperkenalkan pada abad keempat Masehi. Sebelum ini, orang Jepang tidak mempunyai sistem penulisan sendiri. Tulisan Jepang terbagi kepada tiga:
  • aksara Kanji (漢字) yang berasal dari China
  • aksara Hiragana (ひらがな) dan
  • aksara Katakana (カタカナ); keduanya berunsur daripada tulisan kanji dan dikembangkan pada abad kedelapan Masehi oleh rohaniawan Buddha untuk membantu melafazkan karakter-karakter China.
Kedua aksara terakhir ini biasa disebut kana dan keduanya terpengaruhi fonetik bahasa Sansekerta. Hal ini masih bisa dilihat dalam urutan aksara Kana. Selain itu, ada pula sistem alihaksara yang disebut romaji. Bahasa Jepang yang kita kenal sekarang ini, ditulis dengan menggunakan kombinasi aksara Kanji, Hiragana, dan Katakana. Kanji dipakai untuk menyatakan arti dasar dari kata (baik berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, atau kata sandang). Hiragana ditulis sesudah kanji untuk mengubah arti dasar dari kata tersebut, dan menyesuaikannya dengan peraturan tata bahasa Jepang.


Kanji

Kanji (漢字), secara harfiah berarti "aksara dari Han", adalah aksara Tionghoa yang digunakan dalam bahasa Jepang. Kanji adalah salah satu dari empat set aksara yang digunakan dalam tulisan modern Jepang selain kana (katakana, hiragana) dan romaji. Kanji dulunya juga disebut mana (真名?) atau shinji (真字?) untuk membedakannya dari kana. Aksara kanji dipakai untuk melambangkan konsep atau ide (kata benda, akar kata kerja, akar kata sifat, dan kata keterangan). Sementara itu, hiragana (zaman dulu katakana) umumnya dipakai sebagai okurigana untuk menuliskan infleksi kata kerja dan kata-kata yang akar katanya ditulis dengan kanji, atau kata-kata asli bahasa Jepang. Selain itu, hiragana dipakai menulis kata-kata yang sulit ditulis dan diingat bila ditulis dalam aksara kanji. Kecuali kata pungut, aksara kanji dipakai untuk menulis hampir semua kosakata yang berasal dari bahasa Tionghoa maupun bahasa Jepang.

Sejarah
Secara resmi, aksara Tionghoa pertama kali dikenal di Jepang lewat barang-barang yang diimpor dari Tionghoa melalui Semenanjung Korea mulai abad ke-5 Masehi. Sejak itu pula, aksara Tionghoa banyak dipakai untuk menulis di Jepang, termasuk untuk prasasti dari batu dan barang-barang lain. 
Sebelumnya di awal abad ke-3 Masehi, dua orang bernama Achiki dan Wani datang dari Baekje di masa pemerintahan Kaisar Ōjin. Keduanya konon menjadi pengajar aksara Tionghoa bagi putra kaisar.[1] Wani membawa buku Analek karya Kong Hu Chu dan buku pelajaran menulis aksara Tionghoa untuk anak-anak dengan judul Seribu Karakter Klasik.[2] Walaupun demikian, orang Jepang mungkin sudah mengenal aksara Tionghoa sejak abad ke-1 Masehi. Di Kyushu ditemukan stempel emas asal tahun 57 Masehi yang diterima sebagai hadiah dari Tiongkok untuk raja negeri Wa (Jepang).[1]

Kaisar Ōjin
Dokumen tertua yang ditulis di Jepang menurut perkiraan ditulis keturunan imigran dari Tiongkok. Istana mempekerjakan keturunan imigran dari Tiongkok bekerja di istana sebagai juru tulis. Mereka menuliskan bahasa Jepang kuno yang disebut yamato kotoba dalam aksara Tionghoa. Selain itu, mereka juga menuliskan berbagai peristiwa dan kejadian penting.[2]
Sebelum aksara kanji dikenal orang Jepang, bahasa Jepang berkembang tanpa bentuk tertulis. Pada awalnya, dokumen bahasa Jepang ditulis dalam bahasa Tionghoa, dan dilafalkan menurut cara membaca bahasa Tionghoa. Sistem kanbun (漢文?) merupakan cara penulisan bahasa Jepang menurut bahasa Tionghoa yang dilengkapi tanda diakritik. Sewaktu dibaca, tanda diakritik membantu penutur bahasa Jepang mengubah susunan kata-kata, menambah partikel, dan infleksi sesuai aturan tata bahasa Jepang.
Selanjutnya berkembang sistem penulisan man'yōgana yang memakai aksara Tionghoa untuk melambangkan bunyi bahasa Jepang. Sistem ini dipakai dalam antologi puisi klasik Man'yōshū. Sewaktu menulis man'yōgana, aksara Tionghoa ditulis dalam bentuk kursif agar menghemat waktu. Hasilnya adalah hiragana yang merupakan bentuk sederhana dari man'yōgana. Hiragana menjadi sistem penulisan yang mudah dikuasai wanita. Kesusastraan zaman Heian diwarnai karya-karya besar sastrawan wanita yang menulis dalam hiragana. Sementara itu, katakana diciptakan oleh biksu yang hanya mengambil sebagian kecil coretan dari sebagian karakter kanji yang dipakai dalam man'yōgana.

Cara Pengucapan

Ucapan Tionghoa (on'yomi)

On'yomi (音読み?) atau ucapan Tionghoa adalah cara membaca aksara kanji mengikuti cara membaca orang Tionghoa sewaktu karakter tersebut diperkenalkan di Jepang. Pengucapan karakter kanji menurut bunyi bahasa Tionghoa bergantung kepada zaman ketika karakter tersebut diperkenalkan di Jepang. Akibatnya, sebagian besar karakter kanji memiliki lebih dari satu on'yomi. Kanji juga dikenal orang Jepang secara bertahap dan tidak langsung dilakukan pembakuan.
On'yomi dibagi menjadi 4 jenis:
  • Go-on (呉音?, "ucapan Wu") adalah cara pengucapan dari daerah Wu di bagian selatan zaman Enam Dinasti Tiongkok. Walaupun tidak pernah ditemukan bukti-bukti, ucapan Wu diperkirakan dibawa masuk ke Jepang melalui Semenanjung Korea dari abad ke-5 hingga abad ke-6. Ucapan Wu diperkirakan berasal dari cara membaca literatur agama Buddha yang diwariskan secara turun temurun sebelum diketahui cara membaca Kan-on (ucapan Han). Semuanya cara pengucapan sebelum Kan-on digolongkan sebagai Go-on walaupun mungkin saja berbeda zaman dan asal-usulnya bukan dari daerah Wu.
  • Kan-on (漢音?, "ucapan Han") adalah cara pengucapan seperti dipelajari dari zaman Nara hingga zaman Heian oleh utusan Jepang ke Dinasti Tang dan biksu yang belajar ke Tiongkok. Secara khusus, cara pengucapan yang ditiru adalah cara pengucapan orang Chang'an.
  • Tō-on (唐音?, "ucapan Tang") adalah cara pengucapan karakter seperti dipelajari oleh biksu Zen antara zaman Kamakura dan zaman Muromachi yang belajar ke Dinasti Song, dan perdagangan dengan Tiongkok.
  • Kan'yō-on (慣用音?, "ucapan populer") adalah cara pengucapan on'yomi yang salah (tidak ada dalam bahasa Tionghoa), tapi telah diterima sebagai kelaziman.
Kanji Arti Go-on Kan-on Tō-on Kan'yō-on
terang myō (明星 myōjō) mei (明暗 meian) (min)* (明国 minkoku)
pergi gyō (行列 gyōretsu) (行動 kōdō) (an)* (行灯 andon)
ibu kota kyō (京都 Kyōto) kei (京阪 Keihan) kin (南京 Nankin)
biru, hijau shō (緑青 rokushō) sei (青春 seishun) chin (青島 Chintao) -
murni shō (清浄 shōjō) sei (清潔 seiketsu) (shin)* (清国 Shinkoku)
mengirim (shu)* (shu)* yu (運輸 un-yu)[3]
tidur (men)* (ben)* min (睡眠 suimin) [4]
*Ucapan yang tidak umum


Ucapan Jepang (kun'yomi)

Kun'yomi (訓読み?) atau ucapan Jepang adalah cara pengucapan kata asli bahasa Jepang untuk karakter kanji yang artinya sama atau paling mendekati. Kanji tidak diucapkan menurut pengucapan orang Tionghoa, melainkan menurut pengucapan orang Jepang. Bila karakter kanji dipakai untuk menuliskan kata asli bahasa Jepang, okurigana sering perlu ditulis mengikuti karakter tersebut.
Seperti halnya, on'yomi sebuah karakter kadang-kadang memiliki beberapa kun'yomi yang bisa dibedakan berdasarkan konteks dan okurigana yang mengikutinya. Beberapa karakter yang berbeda-beda sering juga memiliki kun'yomi yang sama, namun artinya berbeda-beda. Selain itu, tidak semua karakter memiliki kun'yomi.
Kata "kun" dalam kun'yomi berasal kata "kunko" (訓詁?) (pinyin: xungu) yang berarti penafsiran kata demi kata dari bahasa kuno atau dialek dengan bahasa modern. Aksara Tionghoa adalah aksara asing bagi orang Jepang, sehingga kunko berarti penerjemahan aksara Tionghoa ke dalam bahasa Jepang. Arti kanji dalam bahasa Tionghoa dicarikan padanannya dengan kosakata asli bahasa Jepang.
Sebagai aksara asing, aksara Tionghoa tidak dapat diterjemahkan semuanya ke dalam bahasa Jepang. Akibatnya, sebuah karakter kanji mulanya dipakai untuk melambangkan beberapa kun'yomi. Pada masa itu, orang Jepang mulai sering membaca tulisan bahasa Tionghoa (kanbun) dengan cara membaca bahasa Jepang. Sebagai usaha membakukan cara membaca kanji, satu karakter ditetapkan hanya memiliki satu cara pengucapan Jepang (kun'yomi). Pembakuan ini merupakan dasar bagi tulisan campuran Jepang dan Tiongkok (wa-kan konkōbun) yang merupakan cikal bakal bahasa Jepang modern.

Kokkun

Kokkun (国訓?) adalah karakter kanji yang mendapat arti baru yang sama sekali berbeda dari arti semula karakter tersebut dalam bahasa Tionghoa, misalnya:
  • chū, okitsu, oki (jauh di laut, lepas pantai; pinyin: chōng, membilas; chòng, kuat)
  • 椿 tsubaki (Kamelia; pinyin: chūn, Ailanthus)

Jūbakoyomi dan yutōyomi

Gabungan dua karakter sering tidak mengikuti cara membaca on'yomi dan kun'yomi melainkan campuran keduanya yang disebut jūbakoyomi (重箱読み?). Karakter pertama dibaca menurut on'yomi dan karakter kedua menurut kun'yomi, misalnya:
  • 重箱 (jūbako)
  • 音読み (on'yomi)
  • 台所 (daidokoro)
  • 役場 (yakuba)
  • 試合 (shiai)
  • 団子 (dango).
Sebaliknya dalam yutōyomi (湯桶読み?), karakter pertama dibaca menurut kun'yomi dan karakter kedua menurut on'yomi, misalnya:
  • 湯桶 (yutō)
  • 合図 (aizu)
  • 雨具 (amagu)
  • 手帳 (techō)
  • 鶏肉 (toriniku).

Karakter buatan Jepang

Kokuji (国字 aksara nasional?) atau wasei kanji (和製漢字 kanji buatan Jepang?) adalah karakter kanji yang asli dibuat di Jepang dan tidak berasal dari Tiongkok. Kokuji sering hanya memiliki cara pembacaan kun'yomi dan tidak memiliki on'yomi, misalnya:
Beberapa kokuji dipungut oleh bahasa Tionghoa, misalnya: (xiàn).

Daftar Kanji

Pemerintah Jepang mengeluarkan daftar aksara kanji yang disebut Tōyō Kanji pada 16 November 1946 yang seluruhnya berjumlah 1.850 karakter. Daftar ini memuat aksara kanji yang telah disederhanakan atau shinjitai (新字体?, karakter bentuk baru). Sebaliknya, aksara kanji yang belum disederhanakan disebut kyūjitai (旧字体?).

Karakter tradisional dan karakter yang disederhanakan.
Daftar Tōyō Kanji digantikan dengan daftar Jōyō Kanji berisi 1.945 karakter yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan Jepang pada 10 Oktober 1981. Hingga sebelum akhir Perang Dunia II, Kementerian Pendidikan Jepang sudah 4 kali menyusun daftar Jōyō Kanji (1923, 1931, 1942, dan 1945).
Kementerian Pendidikan juga memiliki daftar Kyōiku Kanji yang diambil dari daftar Jōyō Kanji. Daftar ini berisi 1.006 karakter untuk dipelajari anak sekolah dasar di Jepang. Selain itu, pemerintah Jepang mengeluarkan daftar Jinmeiyō Kanji (kanji nama orang) yang dipakai untuk menulis nama orang. Hingga 27 September 2004, daftar Jinmeiyō Kanji berisi 2.928 karakter (daftar Jōyō Kanji ditambah 983 kanji nama orang).


Tanda Baca

Dalam kalimat bahasa Jepang tidak ada spasi yang memisahkan antara kata dan tidak ada spasi yang memisahkan antara kalimat. Walaupun bukan merupakan tanda baca yang baku, kadang-kadang juga dijumpai penggunaan tanda tanya dan tanda seru di akhir kalimat.
Tanda baca yang dikenal dalam bahasa Jepang:
  • 。(句点/kuten) Fungsinya serupa dengan tanda baca titik yakni untuk mengakhiri kalimat.
  • 、(読点/toten) Fungsinya hampir serupa dengan tanda baca koma yakni untuk memisahkan bagian-bagian yang penting dalam kalimat agar lebih mudah dibaca
Angka dan Sistem Penghitungan

Bangsa Jepang pada zaman dahulu (dan dalam jumlah yang cukup terbatas pada zaman sekarang) menggunakan angka-angka Tionghoa, yang lalu dibawa ke Korea dan sampai ke Jepang. Berikut ini adalah daftar angka-angka Jepang.

Satu

Dua

Tiga

Empat

Lima

Enam

Tujuh

Delapan

Sembilan

Sepuluh
Setelah Kekaisaran Jepang mulai dipengaruhi oleh Eropa, angka-angka Arab mulai digunakan secara besar-besaran, dan hampir mengganti sepenuhnya kegunaan angka Tionghoa ini.
Dalam penggunaannya di Bahasa Jepang, dan untungnya juga agak mirip di bahasa Indonesia, angka-angka ini tidak bisa digunakan seperti itu saja untuk menyatakan sebuah jumlah dari sebuah barang, waktu dan sebagainya. Pertama-tama jenis barangnya harus dipertimbangkan, lalu ukurannya, dan akhirnya jumlahnya. Cara berhitung untuk waktu dan tanggal pun berbeda-beda, maka satu hal yang harus dilakukan adalah menghafalkan cara angka-angka ini bergabung dengan satuannya.

Cara menghitung barang

Barang secara umum

Untuk mengucapkan 1 buah yaitu ひとつ(hitotsu) dan seterusnya menambahkan huruf tsu (つ)

Barang Panjang

Untuk mengucapkan 1 buah barang panjang (meteran) misal いっぽん(ippon). Biasa dipakai untuk menghitung jumlah pensil, botol, pohon.

Barang Tipis

Hanya perlu angka biasa ditambahi satuan まい(mai) sebagai akhiran, Misal:1 lembar いちまい(ichimai) ,dst . Bisa digunakan untuk menghitung jumlah kertas, baju, perangko, dan benda tipis lainnya.

Barang Besar

Hanya perlu angka biasa ditambahi satuan だい(dai) sebagai akhiran, Misal : 1 buah いちだい (ichidai),dst . Bisa digunakan untuk menghitung jumlah barang elektronik yang besar, atau barang besar pada umumnya, seperti televisi, kulkas, rumah, mobil dan sebagainya

Cara menghitung orang

Untuk mengucapkan seorang dan seterusnya menggunakan angka biasa ditambahi satuan にん(nin), misal: 3 orang さんにん (sannin) 7 orang しちにん (shichinin)

Tata Bahasa

Tata kalimat dalam Bahasa Jepang memakai aturan subyek-obyek. Subyek, obyek dan relasi gramatika lainnya biasa ditandai dengan partikel, yang menyisip di kalimat dan disebut posisi akhir (postposition). Struktur dasar kalimat memakai cabang topik. Contohnya adalah, Kochira-wa Tanaka-san desu (こちらは田中さんです). Kochira ("ini") merupakan topik dari kalimat ini. Kata kerjanya ialah "desu" yang berarti "it is" dalam bahasa Inggris. Dan yang terakhir, Tanaka-san desu merupakan cabang atau komentar dari topik ini.

Infleksi dan Konjugasi

Dalam bahasa Jepang, kata benda tidak memiliki bentuk numeral, jenis kelamin, atau aspek lainnya. Contohnya pada kata benda hon (本) yang mungkin berarti sebuah atau beberapa buku. Juga pada kata hito (人) yang mungkin berarti orang atau sekumpulan orang. Kata untuk menyebut orang biasanya dalam bentuk tunggal, contohnya Harada-san. Kalau kata panggil jamak, biasanya disebut -tachi.
Pertanyaan mempunyai bentuk yang sama dengan kalimat afirmatif. Intonasi akan meninggi setiap akhir dari kalimat pertanyaan. Dalam situasi resmi, biasanya kalimat pertanyaan disertai partikel -ka. Contohnya, kalimat ii desu (いいです。) yang berarti "Baiklah" menjadi bentuk ii desu ka (いいですか?) yang berarti "Boleh kan?". Biasanya pada situasi tidak resmi, partikel -no (の) untuk menunjukkan penekanan, contohnya pada kalimat Doshite konai-no? yang berarti "Kenapa (kamu) tidak datang?".
Kalimat negatif dibentuk dengan mengubah bentuk kata kerja. Contohnya pada kalimat Pan o taberu (パンを食べる。) yang artinya "Saya akan makan roti) menjadi Pan-o tabenai (パンを食べない。) yang artinya "Saya tidak akan makan roti".

Adjektiva

Ada tiga bentuk kata sifat dalam bahasa Jepang:
  1. 形容詞 (keiyoshi) yaitu penambahan partikel -i, yang memiliki akhiran konjugasi い (i). Contohnya: 暑い日 (atsui hi) yang berarti "hari yang panas"
  2. 形容動詞 (keiyodoshi) yaitu penambahan partikel -na. Contoh: 変なひと (henna hito) yang berarti "orang aneh"
  3. 連体詞 (rentaishi) yaitu kata sifat sebenarnya. Contoh: あの山 (ano yama)

Partikel

Bahasa Jepang juga memiliki beberapa partikel diantaranya yaitu:
  • ga untuk bentuk nominatif
  • ni untuk bentuk dativ.
  • no untuk bentuk genital
  • o untuk bentuk akusatif

Kesopanan

Biasanya untuk menghormati orang yang lebih tinggi, seperti kepada menteri atau direktur, dipakai bahasa Jepang sopan yang disebut (丁寧語) teineigo. Untuk menyebut nama menteri, diakhiri dengan partikel -sama atau -sangi. Contoh: Katsumoto-sangi (勝本ー参議). Untuk berkenalan, kita harus menggunakan bentuk bahasa sopan. Tapi, kalau sudah akrab, kita boleh memakai bahasa umum.

Kosa Kata

Bahasa Asli Jepang yaitu berasal dari bahasa asli pemukim Jepang zaman dahulu disebut yamato kotoba (大和言葉 ) yang berarti kosa kata Yamato. Kosakata Jepang sebagian besar berakar atau berasal dari Cina disebut kango (漢語) yang masuk pada abad ke-5 lewat Semenanjung Korea. Jepang banyak mengadopsi kosakata dari bahasa Inggris, kata-kata adopsi ini umumnya ditulis menggunakan huruf katakana. Contoh: マイカー (maikaa - sama dengan pelafalan "my car") yang berarti "mobil saya"

1 komentar: